Jumat, 18 Desember 2009

Artikel tentang koperasi

Kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi merupakan wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia . Keberadaan kelompok ini tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan perekonomian secara nasional. Kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi mampu menyerap lebih dari 64 juta tenaga kerja dan memberikan kontribusi sebesar lebih kurang 58,2% dalam pembentukan Produk Domestika Bruto.


Jumlah kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi dan daya serap tenaga kerja yang cukup besar ternyata perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan. Kelompok ini hanya selalu menjadi sasaran program pengembangan dari berbagai institusi pemerintah, namun program pengembangan tersebut belum menunjukkan terwujudnya pemberdayaan terhadap kelompok usaha kecil, m eneng ah dan koperasi tersebut.

Implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dalam hubungan antara Pusat dengan Daerah. Kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.

Dalam rangka implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, m eneng ah dan koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, m eneng ah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah. Bagaimanakah pola pembinaan terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi dalam rangka otonomi Daerah ?

ebijakan Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah satu perwujudan reformasi pemerintahan telah melahirkan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selama ini penyelenggaraan pemerintahan di daerah sebagaimana diatur UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah mengandung azas dekonsentrasi, desentralisasi dan pembantuan. Pada masa itu penyelenggaraan otonomi daerah menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak. Hal ini mengakibatkan dominasi pusat terhadap daerah sangat besar, sedangkan daerah dengan segala ketidakberdayaannya harus tunduk dengan keinginan pusat tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat daerah.

Dengan UU 22/1999 pemberian otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama. Dengan demikian daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jadi UU Nomor 22 Tahun 1999 memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan bukan lagi merupakan instruksi dari pusat. Sehingga daerah dituntut untuk responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakatnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 ditetapkan kewenangan Pemerintah (Pusat) di bidang perkoperasian yang meliputi :

  1. Penetapan pedoman akuntansi koperasi dan pengusaha kecil dan m eneng ah.
  2. Penetapan pedoman tatacara penyertaan modal pada koperasi.
  3. Fasilitasi pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha kecil dan m eneng ah.
  4. Fasilitasi kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil dan m eneng ah serta kerjasama dengan badan usaha lain.

Sedangkan selain kewenangan tersebut di atas menjadi kewenangan Daerah, termasuk di dalamnya untuk pembinaan terhadap pengusaha kecil, m eneng ah dan koperasi. Sesuai dengan kewenangan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat termasuk di dalamnya kepentingan dari pengusaha kecil, m eneng ah dan koperasi.


selain itu, koperasi indonesia di tengah perkembangan koperasi dunia yakni,

Dalam kunjungan ke negeri Skandinavia (Denmark, Swedia, dan Norwegia), Menteri Perdagangan dan Koperasi (1978-1983) Radius Prawiro bersama Bustanil Arifin, Menteri Muda Koperasi saat itu, mengagumi berbagai jenis koperasi di sana.

Secara berseloroh, Radius bertanya kepada Bustanil, mengapa koperasi di Skandinavia berkembang? ”Itu karena di negara-negara ini tak memiliki Undang- Undang Koperasi dan Menteri Koperasi.”

Seloroh itu masih sering muncul hingga kini. Maklum, koperasi kita tak kunjung menjadi lembaga ekonomi dan sosial yang berarti meski berbagai upaya dilakukan.

Perjalanan panjang koperasi, kedudukan politis dan strategis dalam UUD 45, pembentukan wadah gerakan koperasi (Dekopin) yang tahun ini berusia 61 tahun, diikuti perlindungan dan fasilitas berlimpah tidak menjadikan koperasi kian berdaya sebagai lembaga ekonomi maupun gerakan. Berbagai UU dan menteri koperasi tak juga mampu mengubah wajah koperasi, yang pernah diimpikan sebagai ”saka guru perekonomian nasional”.

Dalam pertemuan International Cooperative Alliance (ICA)— organisasi gerakan koperasi internasional—Oktober 2007, Global 300 menyajikan profil 300 koperasi kelas dunia, berasal dari 28 negara yang turnover-nya mulai dari 63,449 juta dollar AS hingga 654 juta dollar AS.

kontribusi koperasi terhadap UMKM

Dalam laporan resmi Kementrian koperasi dan UKM tahun 2005 menyebutkan bahwa Peranan Usaha Kecil Menengah dalam penciptaan nilai tambah di tahun 2004 lebih rendah dibandingkan peranan UKM di tahun 2003. Usaha Kecil turun dari 41,07 persen pada tahun 2003 menjadi 40,36 persen pada tahun 2004 dan Usaha Menengah penurunan tidak terlalu significan yaitu dari 15,6 persen menjadi 15,51 persen. Pada tahun yang sama Peranan Usaha Besar semakin bertambah dari 43,33 persen pada tahun 2003 menjadi 44,12 persen pada tahun 2004. Jika dilihat dari skala usaha memang perimbangan antar peranan usaha kecil dan Usaha besar tidak timpang, tetapi jika kita lebih jauh lagi mengenai bentuk organisasi usaha antara koperasi dan swasta maka koperasi memberikan peran sangat kecil. Menurut Bambang Ismawan kontribusi Koperasi dalam PDB hanya mencapai 5 persen, sementara BUMN 25 persen dan BUMS 70 Persen. Fakta ini memberikan bukti bahwa koperasi tidak cukup mampu memberdayakan masyarakat.

KESIMPULAN
Koperasi belum memberikan kontribusi nyata dlm perekonomian negara kita. Koperasi masih kalah dengan sektor lain